Selasa, 24 November 2009

EVALUASI ADANYA STATEMENT DAN KOMITMENT POLITIK DARI PEMERINTAH TERHADAP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

TUGAS I ILMU LINGKUNGAN

EVALUASI ADANYA STATEMENT DAN KOMITMENT POLITIK DARI PEMERINTAH TERHADAP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Marhaini/20093602004

PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA, UNSRI

ABSTRAK

Indonesia sangatlah kaya akan berbagai sumber daya alam, termasuk keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya. Sumber daya alam yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia tersebut disadarin suatu ketika akan habis dan punah jika pengelolaannya dilakukan secara tidak lestari dan berkelanjutan.

Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan indutrialisasi maka tekanan terhadap sumber daya alam menjadi semakin besar, karena tingkat kebutuhan dan kepentingan terhadap sumber daya alam juga semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kenyataan betapa pembukaan hutan, kegiatan pertambangan dan eksploitasi sumber daya alam lainnya dari tahun ke tahun bukannya menurun, akan tetapi semakin besar. Dengan demikian tentunya kawasan-kawasan eksploitasi tersebut kian terancam habis sementara suksesi sumber daya alam yang dapat diperbaharui, yang telah diekspoloitasi membutuhkan wakatu lama untuk dapat diperbaharui kembali.

Secara umum kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan kawasan konservasi. Oleh karena itu kawasan konservasi merupakan bagian dari sumber daya alam, maka kebijakan dan hukum konservasi pun pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan dan hukum untuk tercapainya dalam pengelolaan sumber daya alam.

Keberhasilan pemerintah dalam mencapai statement dan komitmet dalam pengelolaan lingkungan akan sangat tergantung kepada berbagai pihak baik termasuk masyarakat dan apatur di tingkat pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota untuk secara bersama-sama memahami hakekat otonomi daerah yang sebenarnya di bidang konservasi alam serta penyelenggaraannya otonomi daerah yang terkait dengan kepentingan pengelolaan kawasan konservasi hendaknya dilakukan berdasarkan kesepakatan semua pihak.

DAFTAR ISI

Halaman Judul

ABSTRAK

I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. UPAYA STATEMENT DAN KOMITMENT PEMERINTAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN

IV. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia termasuk sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Anugerah tersebut diantaranya terdiri dari kekayaan hutan produksi yang mencapai 71,8 juta ha, potensi perikanan laut sebesar 6,7 juta ton pertahun dan tembaga sebesar 40,3 miliar pounds (Econit Advisory Group). Demikian juga dengan berbagai potensi tambang lainnya seperti emas, minyak dan gas bumi serta berbagai sumber-sumber daya alam yang jumlahnya cukup besar di Indonesia.

Disamping itu Indonesia juga di kenal sebagai pemilik spesies terbesar di dunia, yaitu 17 % dari seluruh spesies yang terdapat di muka bumi kendatipun luas wilayahnya hanya 1,3 % dari wilayah dunia. Diperkirakan Indonesia memiliki 11 % dari spesies tumbuhan berbunga yang sudah di ketahui, 12 % binatang menyusui, 15 % amfibi dan reptilian, 17 % jenis burung dan sekitar 37 % jenis-jenis ikan yang ada di dunia. (UNESCO, 1992). Kekayaan tersebut suatu ketika tentu saja akan punah atau habis, jika pengolahannya tidak dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan. Pengolahan yang berkelanjutan diantaranya adalah melalui statement dan komitmen pemerintah melalui pengembangan kebijakan konservasi.

Luas wilayah Indonesia sekitar 191 juta ha diantaranya adalah daratan, 317 ha lautan dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) sekitar 473 ha. Dari seluruh kawasan daratan, terdapat 303 kawasan konservasi yang luasnya sekitar 16,2 juta ha. (DFIS, 1990). Sementara untuk kawasan laut, luasnya tercatat sekitar 3,2 juta ha yang terdiri dari 31 unit kawasan konservasi. ( Statistik Kehutanan Indonesia, 1996/1997).

Pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karena itu keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting. Kawasan ekosistem Leuser dan Taman nasional Kutai misalnya di yakini sebagai paru-paru dunia yang memberikan kontribusi sangat besar dalam produksi oksigen. Bahkan pentingnya perlindungan kawasan konservasi sebagi Situs Warisan Dunia ( World Heritage Site ), dimana Indonesia telah memiliki 3 kawasan Taman Nasional dengan status Situs Warisan Dunia ( Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Komodo dan Taman Naional Lorentz).

Namun kawasan-kawasan konservasi tersebut saat ini tengah berada dalam ancaman kerusakan, penurunan mutu dan upaya-upaya eksploitasi. Ancaman terhadap kawasan-kawasan koservasi, disamping muncul dari sebab-sebab alam, juga diakibatkan aktivitas manusia. Kerusakan atau punahnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh beberapa penyebab (Mc. Neely et, Al, 1990, Soule, 1991), yaitu perusakkan langsung populasi spesies secara berlebihan dan pengenalan spesies eksotik. Disamping itu tekanan-tekanan yang muncul, baik secara langsung ataupun tidak langsung atas aktivitas manusia dapat menyebabkan musnahnya keragaman hayati.

Di Indonesia, kerusakkan berbagai keanekaragaman hayati antara lain muncul akibat aktivitas perusahaan-perusahaan tambang, pengusaha perkebunan maupun pengusaha HPH yang berusaha menerobos kawasan-kawasan konservasi yang diduga memiliki sumber daya alam hutan ataupun tambang yang terdapat didalam kawasan konservasi yang ada. Kendatipun untuk kawasan seperti cagar alam dan taman nasional sudah dilarang adanya kegiatan eksploitasi, akan tetapi upaya-upaya untuk melakukan eksploitasi tidak pernah berkurang.

Di samping itu, penyererobotan kawasan konservasi seringkali juga dilakukan oleh pengusaha yang wilayah konsesinya berbatasan atau berdekatan dengan kawasan konservasi dengan coba merambah hingga kawasan hutan lindung. Demikian pula pembukaan lahan atau pembersihan lahan dengan membakar yang dilakukan secara tidak hati-hati telah menyebabkan sejumlah kawasan lindung turut terbakar dan musnah di makan api. Kebakaran yang terjadi tahun 1983 di Kalimantan Timur telah memusnahkan hutan lindung seluas 304.000 hektar, cagar alam dan suaka margasatwa 192.000 hektar. Kebakaran hutan kemudian seolah mejadi bencana tahunan yang selalu menimbulkan banyak kerugian (Haerumann, 1997) termasuk terganggunya jadwal penerbangan, tabrakan kapal di laut dan masalah asap yang melanda negara-negara tetangga.

Namun demikian tidak sedikit pula pihak-pihak yang didukung oleh peralatan yang canggih secara illegal berani melakukan eskploitasi kayu di hutan lindung ataupun penangkapan ikan dan melakukan aktivitas lainya di wilayah-wilayah perairan konservasi yang ternyata merusak berbagai terumbu karang.

Ancaman lain yang tidak kalah besar dampaknya terhadap keberadaan kawasan konservasi muncul dari masyarakat sekitar hutan. Ancaman tersebut berupa pengambilan kayu, pembukaan lahan ataupun perburuan liar. Apabila upaya para pengusaha besar untuk melakukan eksploitasi kawasan-kawasan konservasi ataupun aktivitas pembukaan lahan secara tidak bertanggung jawab di latar belakangi oleh keinginan mendapatkan keuntungan secara mudah, maka upaya masyarakat sekitar hutan lebih didasarkan oleh motivasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Melihat berbagai kebijakan yang ada, konsepsi perlindungan dan pelestarian merupakan kebijakan yang inheren dan telah ada dalam pengelolahan sumber daya alam , termasuk kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati, yang sebenarnya telah ada bahkan sejak zaman pemerintahan colonial Belanda. Terdapat beberapa aturan seperti Undang-undang Pemangkuan Hutan dan Eksploitasi Hutan di Jawa dan Madura (Reglement op het beheer en de exploitatie der houtbossem op Java en Madoera) pada tahun 1865, Reglement 1874, 1897, 1913 dan ordonantie hutan 1927.

Pemerintahan Orde baru mengembangkan kebijakan perlindungan sumber daya alam (hutan) secara umum di dalam UUPK, khususnya tentang perlindungan hutan yang juga, mengatur perburuan satwa liar. Ketentuan perlindungan pada tahun 1985. Kebijakan tersebut kemudian di susul dengan kebijakan lainnya seperti UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengolahan Kawasan Daya Alam Hayati dan Ekositemnya (UU KSDH). Undang-undang KSDH merupakan Undang-undang turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982.

Berbagai statement dan komitment Direktorat Jenderal Pelestarian Alam dan Perlindungan Hutan (Ditjen PHPA) sehubungan dengan kegiatan konservasi, yang secara umum menyangkut perencanaan , pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi. Pengolahan termasuk didalamnya pemantauan kawasan, perlindungan dan pengamanan kawasan, kegiatan penelitian dan pendidikan, pengolahan wisata alam hingga pengembangan integrasi dan koordinasi. Namun demikian berbagai kebijakan, produk hukum, kelembagaan maupun program-program yang ada ternyata tidak menunjukan atau memberikan hasil yang signifikan berupa terlindunginya berbagai kawasan konservasi beserta berbagai keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Apalagi harapan untuk meningkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas, berbagai spesies yang ada.

Statement dan komitment pemerintah untuk mengatasi berbagai tindakan perusakan atau eksploitasi di kawasan-kawasan konservasi adalah dengan di rubah menjadi pengolahan yang menempatkan daerah sebagai pelaku utama (desentralisasi). Dikarenakan tampaknya pemerintah kesulitan untuk melaksanakan statement dan komitment konservasi yang disebabkan oleh :

1. Luasnya cakupan kawasan konservasi, dari Leuser di Aceh bagian barat Indonesia hingga Lorentz di wilayah bagian timur Indonesia.

2. Minimnya dana konservasi

3. Terbatasnya sumber daya manusia yang tersedia, baik dari sudut kuantitas maupun kualitas.

4. Kuatnya ego departemen sektoral (seperti Departemen Pertambangan atau Departemen Pertanian) untuk melakukan eksploitasi di kawasan konservasi yang memunculkan konflik inter departemen, disamping intra departemen kehutanan sendiri

5. Lemahnya penegakan hukum.

Hal yang mendorong desentralisasi misalnya, dapat dilihat dari beberapa kenyataan :

1. Pemerintah daerah lebih mengetahui keadaan daerahnya, sehingga mereka dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya secara lebih baik dari pemerintah pusat.

2. Jika ada masalah akan cepat diatasi karena Pemerintah Daerah akan lebih cepat dan mudah mengetahui.

3. Jumlah masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah jauh lebih sedikit karena hanya menyangkut masalah mereka sendiri.

Akibat minimnya perhatian pemerintah daerah dan masyarakat terhadap kualitas kawasan konservasi, dikhawatirkan akan menimbulkan akibat yang lebih fatal pada keberadaan dan fungsi dari kawasan dan berbagai keanekaragaman hayati yang terdapat ke dalamnya.

1.2. Permasalahan

1. Rentannya keberadaannya kawasan konservasi dari kerusakan, perubahan ekosistem dan kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar tidak berhubungan dengan masayarakat, namun lebih karena kendala dan kelemahan kebijaksanaan pemerintah.

2. Struktur organisasi pemerintah dalam pengelolaan kawasan konservasi dicirikan oleh komando dari atas yang kaku, tanpa delegasi tanggung jawab birokrasi yang memadai pada tingkat menengah, dan lemahnya dukungan dalam menghadapi konflik kepentingan dengan lembaga-lembaga yang lainnya.

3. Birokrasi pengelola kawasan konservasi tidak dirancang untuk pengelolaan secara aktif, budaya adminitrasi yang tidak dapat menyediakan kerangka acuan yang layak, dan birokrasinya terhambat oleh kurangnya aliran informasi ke atas rantai komando, lemahnya pemantauan dan control kinerja serta kurangnya evaluasi terhadap pengaruh suatu kegiatan, sehingga hampir tidak ada umpan balik.

1.3. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk menghasilkan suatu analisis terhadap kebijakan dan hokum sebagai statement dan komitment dari pemerintah dalam pengembangan pengelolaan sumber daya alam khususnya pengelolaan kawasan konservasi yang bertumpu pada daerah dan peran masyarakat.

2. Kajian terhadap substansi dan efektifitas dari berbagai kebijakan dan hukum khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi.

3. Memberikan dasar-dasar hukum dan kebijakan dalam pengelolaan kawasan konservasi melalui pengintegrasian aspek desentralisasai dan peran masyarakat sehingga keberadaan, keutuhan serta kekayaan dan keanekaragaman hayati dapat mendukung statement dan komitment pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi

Dalam system hukum Indonesia dikenal adanya tingkatan atau hirarki peraturan perundang-undangan. Hirarki peraturan perundang-undangan tersebut adalah :

1. Konstitusi/UUD 1945

2. Tap. MPR

3. Undang-undang/Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang

4. Peraturan Pemerintah

5. Keputusan Presiden

6. Peraturan Pelaksanaan lainya

Undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara yang merupakan landasan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa : “ Bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sumber daya alam tersebut, berdasarkan penjelasan dari UUD tersebut adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat, dan dipergunakan sebesar-besarnya (untuk) kemakmuran rakyat.

Akan halnya Tap.MPR merupakan produk hukum yang dihasilkan oleh MPR melalui sidang umum MPR yang dilakukan satu kali dalam lima tahun. Tap. MPR antara lain menghasilkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang berisikan konsepsi dan arah pembangunan untuk lima tahun ke depan. GBHN kemudian harus dijabarkan oleh pemerintah dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

2.1.1. Kebijakan

Kebijakan pengolahan lingkungan hidup dan sumber daya alam telah diintegrasikan ke dalam GBHN, sejak GBHN I (1978-1983). Masing-masing GBHN dan REPELITA memiliki Bab yang khusus berbicara tentang lingkungan hidup, termasuk di dalamnya kebijakan tentang konservasi.

Namun dalam pelaksanaannya berbagai kebijakan pemerintah tersebut meletakan pertumbuhan ekonomi diatas segala-galanya. Sektor-sektor lain seperti sector keamanan, social, teknologi, pendidikan, budaya dan lingkungan hidup diarahkan dan harus mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut.

Pengembangan ekonomi dilakukan dengan pendekatan modal dasar, terpusat pada beberapa konlomerat dan hasil-hasilnya lebih banyak mengalir ke Jakarta sebagai sentra ekonomi nasional. Ekonomi daerah, baik pemerintah daerah maupun ekonomi masyarakat yang berada di wilayah-wilayah yang kaya dengan sumber daya alam justru sangat merata. Di sisi lain kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam semakin mengkhawatirkan.

GBHN 1998-2003 pada dasarnya, memuat 9 (sembilan) hal yang berkaitan dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup yaitu :

1. Bahwa pembangunan lingkungan hidup di arahkan agar lingkungan hidup dapat tetap berfungsi sebagai pendukung dan penyangga ekosistem kehidupan dan terwujudnya keseimbangan, keselarasan, dan keserasian yang dinamis antara system ekologi, social ekonomi dan social budaya agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan.

2. Pembangunan lingkungan hidup menekankan kepada peningkatan peran serta, tanggung jawab social, dan organisasi social kemasyarakatan.

3. Sumber daya alam didarat, laut dan udara harus dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara berkelanjutan dengan mengembangkan daya dukung dan daya tampung yang memadai agar dapat memelihara kelestarian lingkungan hidup.

4. Menekankan peran lembaga fungsional pemerintah dan peran serta masyarakat.

5. Kondisi ekosistem darat, laut dan udara terus ditingkatkan untuk melindungi fungsi ekosistem sebagai pendukung dan penyangga system kehidupan.

6. Pemanfaatan bagi masyarakat di dalam dan disekitar kawasan ekosistem.

7. Rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang fungsinya rusak dan terganggu yang mengembangkan dan meningkatkan peran serta masyarakat.

8. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan bertujuan pada penataan ruang yang serasi dengan perkembangan kependdudukan, pola pemanfaatan ruang, tata guna lahan, tata guna sumber daya air, laut dan pesisir serta sumber daya alam lainnya yang didukung oleh aspek social budaya lainnya sebagai satu kesatuan pengolahan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang harmonis dan dinamis.

Arah pembangunan lingkungan hidup dan sumber daya alam tersebut menunjukkan adanya kesadaran betapa antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian system ekologi, social, ekonomi dan budaya adalah sangat fundamental. Diabaikannya salah satu dari system tersebut akan mempengaruhi system yang lain. Pembangunan yang semata-mata menempatkan system dan fungsi ekonomi sebagai prioritas dan meninggalkan atau mengabaikan fungsi ekologi, social dan budaya akan memunculkan masalah-masalah yang kompleks. Masalah tersebut diantaranya adalah kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan dan konflik-konflik social. Tiga masalah tersebut tidak lagi sekedar ancaman di masa yang akan datang, tetapi telah terjadi dan tengah bergerak ke arah yang lebih besar, oleh karena itu kesadaran untuk mengembangkan keseimbangan empat (4) fungsi tersebut harus menyatu dengan berbagai perangkat kebijakan yang lebih operasional seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan pelaksanaan lainnya dan pengembangan maupun program.

Pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi merupakan integral dalam pembangunan nasional yang mempunyai kepentingan langsung terhadap aspek lingkungan yang berskala local, daerah, nasional, bahkan internasional yang memuat hal-hal sebagai berikut :

  1. Mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungannya, agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
  2. Meningkatkan dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaannya dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
  3. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga.
  4. Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat local serta penataan ruang.
  5. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan, keterbaharuan dalam penelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.

Dengan memperhatikan ketetapan MPR tersebut, kebijaksanaan pengelolaan kawasan konservasi yang pada dasarnya merupakan upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati di habitat alam dengan tetap memelihara, melestarikan dan melindungi kuantitas dan kualitas keragaman sumberdaya hayati pada pelestarian kemmpuan dan pemanfaatan secara bijaksana, serasi dan seimbang sehingga mampu untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Kebijaksanaan pengelolaan kawasan konservasi tersebut merupakan penerapan lebih lanjut dari prinsip-prinsip konservasi yang mencakup :

  1. Perlindungan system penyangga kehidupan
  2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
  3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

2.1.2. Peraturan Perundang-undangan

Pengaturan pengelolahan kawasan konservasi terdapat di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dapat dimasukan dalam dua kategori yaitu :

  1. Peraturan perundang-undangan yang secara langsung mengatur tentang pengolahan konservasi.
  2. Peraturan yang tidak secara langsung mengatur atau terkait dengan pengolahan kawasan konservasi, termasuk didalamnya peraturan-peraturan pokok sector sumber daya alam. Peraturan-peraturan tersebut memiliki hubungan dan memberikan implikasi pada pengolahan kawasan konservasi.

a. Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Secara Langsung

Pengolahan Kawasan Konservasi

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengolahan kawasan konservasi terdapat dalam berbagai peraturan bidang kehutanan. Namun terdapat juga peraturan yang mengatur aspek konservasi di bidang kelautan, seperti Undang-umdang tentang Zona Ekonomi. Eksklusif Indonesia (UU No. 5 tahun 1983) dan peraturan pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengolahan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Tabel 1. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur secara langsung Konservasi

No

Peraturan

Perihal

1

UU No. 5 Tahun 1967

Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan

2

UU No. 5 Tahun 1990

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

3

UU No.23 Tahun 1997

Pengelolaan Lingkungan Hidup

4

UU No. 29 Tahun 2000

Perlindungan Varietas Tanaman

5

PP No. 15 Tahun 1984

Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

6

PP No. 28 Tahun 1985

Perlindungan Hutan

7

PP No. 18 Tahun 1994

Pengusahan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam

8

PP No. 62 Tahun 1998

Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan Kepada Daerah

9

PP No. 68 Tahun 1998

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

10

PP No. 27 Tahun 1999

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

11

PP No. Tahun 2000

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Otonomi

12

PP No. 82 Tahun 2000

Karantina Hewan

13

PP No. 150 Tahun 2000

Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa

14

PP No. 4 Tahun 2001

Pengendalian Kerusakan Hutan atau Pencemaran Lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan

15

PP No. 74 Tahun 2001

Pengelolaan Bahan berbahaya dan Beracun

16

PP No. 82 Tahun 2001

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air

17

PP No. 14 Tahun 2002

Karantina Tumbuhan

18

PP No. 26 Tahun 2002

Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif

19

PP No. 34 Tahun 2002

Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

20

Keppres No. 32 Tahun 1990

Pengelolaan Kawasan Lindung

21

Keppres No. 33 Tahun 1998

Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser

22

Keppres No. 62 Tahun 2000

Koordinasi Penataan Ruang Nasional

23

Keppres No. 5 Tahun 2001

Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem leuser Dan Taman Nasional Tanjung Putting

24

Keppres No. 33 Tahun 2002

Pengendalian dan Pengawasan Pengusahan Pasir Laut

25

INPRES No. 3 Tahun 2000

Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin

26

INPRES No. 2 Tahun 2002

Pengendalian Pasir Laut

27

Kepmen LH No.3 Tahun 2000

Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

28

Kepmen Kehutanan No.8 Tahun 2000

Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hasil Hutan dalam Hutan Produksi Secara lestari

29

Kepmen LH No.17 Tahun 2001

Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

30

Kepmen LH No.30 Tahun 2001

Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan

31

Kepmen Kehutanan No.31 Tahun 2001

Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

32

Kep Ka BAPEDAL No. 8 Tahun 2000

Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

33

Kep Ka BAPEDAL No. 9 Tahun 2000

Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

34

SK Menteri Pertanian No. 01/Kpts/Um/1/1975

Pembinaan Kelestarian Kekayaan Yang terdapat Dalam sumber Perikanan Indonesia

35

SKB Mentamben-Menhut No. 969.K/05/M.PE/1989-429/Kpts-II/1989

Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan

III. UPAYA STATEMENT DAN KOMITMENT PEMERINTAH

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

3.1. Kebijakan Pemerintah Pengelolaan Lingkungan

Pemerintah telah menyusun visi pembangunan berkelanjutan berdasarkan penjabaran pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Terlestarikannya lingkungan hidup Indonesia sesuai fungsinya merupakan satu prasyarat dan sekaligus sebagian dari tujuan yang dicita-citakan seperti tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Mengacu Pembukaan UUD 1945, Visi pembangunan KLH adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu lingkungan hidup perlu dilestarikan. Sumber daya alam yang terbaruhi perlu dilestarikan daya pulihnya, sedangkan sumber daya alam tak terbaruhi perlu dimanfaatkan searif mungkin dengan memperhatikan kebutuhan generasi mendatang. Berbagai program strategis yang dikembangkan oleh KLH meliputi :

3.1. 1. Program Utama

· Penyelenggaraan Tata Praja Lingkungan, yang mencakup pengembangan kapasitas KLH untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup di daerah, penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pembangunan berkelanjutan (bangun praja ), dan penghargaan kepada pemerintah daerah dalam keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya (Adipura)

· Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan (warga madani) dan kerja sama dengan badan legislatif daerah dalam pembangunan berkelanjutan

· Pengembangan system penataan yang terdiri dari pengembangan system penataan alternatif sumber pencemar institusi

· Pengembangan system penataan yang terdiri dari pengembangan system penataan alternative pencemar non-institusi

· Pelestarian lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional, regional dan global.

3.1.2. Program Pendukung

· Pengembangan kelembagaan dan koordinasi pembangunan berkelanjutan yang terdiri dari pengembangan kebijakan, pengembangan system penataan dan pemantauan kebijaksaaan.

· Pengembangan system informasi termasuk pemantauan kualitas lingkungan hidup, komunikasi dan system pelaporan dalam pembangunan berkelanjutan, yang terdiri dari komunikasi, system informasi dan pelaporan

Sejak awal, pemerintah melalui KLH memiliki komitmen yang kuat berupaya memperhatikan aspek lingkungan pada setiap sisi kegiatan pembangunan. Berbagai upaya selama ini dilakukan dan banyak hal telah dicapai antara lain, diletakannya kerangka landasan yang kuat berupa perundang-undangan yang menyangkut pengelolaan lingkungan hidup, konservasi maupun tata ruang. Lembaga pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun daerah telah di bentuk kerangka koseptual serta kebijakan umum pengelolaan lingkungan hidup.

3.2. Kebijakan yang dijalankan oleh KLH dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia

Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia yang harus diperhatikan adalah hubungan kelembagaan pemerintah pusat dengan daerah dan karakteristik pengelolaan lingkungan hidup yang multideminsi dan lintas wilayah. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menetapkan urusan penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup akan sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten-kota. Oleh karena itu mekanisme hubungan kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersifat sinergi dalam mengoptimalkan kinerja program pengelolaan lingkungan hidup yang berasal dari pusat dan program yang berasal atau disusun sendiri oleh pemerintah daerah kabupaten/kota termasuk kegiatan yang berasal dari inisiatif local yang merupakan potensi kreatif dan inisiatif masyarakat setempat.

Dengan di mulainya desentralisasi di segala bidang termasuk pengelolaan lingkungan, maka kelembagaan di pusat pun perlu disesuaikan. Karena itu KLH selain bertanggung jawab mengkoordinasi juga menjalankan tugas-tugas pelaksanaan yang pada masa lalu dipegang oleh Bapedal. Disamping itu KLH juga bertanggung jawab membantu aspek teknis institusi pengelola lingkungan hidup di daerah antara lain Bapedalda Propinsi, Bapedalda Kabupaten, dan Bapedalda Kota.

Untuk mengantipasi berbagai implikasi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mempertegas kembali komitmen memberdayakan lembaga lingkungan di

kabupaten/kota

2. Implikasi dari penguatan kelembagaan lingkungan di kabupaten/kota

adalah penguatan lembaga di tingkat propinsi, regional dan pusat dengan

perubahan peran dan tanggung jawab sesuai kewenangan yang diatur

dalam PP Nomor 25 tahun 2000.

3. Meningkatkan kinerja kelembagaan dengan meningkatkan sumberdaya

manusia.

3.3.Pendanaan

Anggaran pembangunan pada dasarnya merupakan cerminan kebijakan pemerintah dan sasaran pembangunan berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan. Anggaranpembangunan juga dapat memberikan gambaran lembaga pemerintah yang mana bertanggung jawab melaksanakan tugas dan fungsi tertentu maupun menggambarkan amanat/kebijakan yang telah ditetapkan. Pendanaan pengelolaan lingkungan hidup berasal dari sumber domestik dan luar negeri, hanya disayangkan anggaran yang disediakan untuk sumber daya alam dan lingkungan hidup hanya satu persen dari seluruh belanja pembangunan. Rasanya tidak adil jika melihat penerimaan Negara bukan pajak yang berasal dari sumber daya alam menempati 77 % dan sementara pengeluaran pembangunan untuk suksektor sumber daya alam dan lingkungan hidup sangat kecil (0,69%) dari penerimaan yang berasal dari sumber daya alam (KLH, 2002).

Perlu kiranya menambah anggaran untuk pelaksanaan pelestarian lingkungan hidup sehingga proporsional anggaran untuk tiga pilar pembangunan berkelanjutan (social, ekonomi dan lingkungan). Anggaran sector lingkungan hidup perlu di upayakan mencapai 3 – 4 % dari total pembanguan.

3.4.Peraturan dan perundang-undangan

KLH terus mengembangkan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup meskipun tetap saja banyak kasus pelanggaran perundang-undangan tersebut. Misalnya kasus konservasi kawasan lindung yang menjadi kawasan perumahan, kasus reklamasi pantai yang jelas-jelas akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, ahli fungsi kawasan penyangga di Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) menjadi kawasan hunian dan adanya perbedaan pendapat tentang tidak dibolehkannya pertambangan terbuka di hutan lindung sesuai UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, merupakan beberapa contoh yang mengindikasikan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan. Dari kenyataan itu jelaslah, ada sesuatu kecendrungan kuat aspek lingkungan belum diprioritaskan dalam pembangunan.

3.5 Partisipasi Masyarakat

Permasalahan lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks sehingga tidak dapat ditangani oleh pemerintah saja. Kompleksnya permasalahan menurut pemecahan yang multidimensi dan komprehensif, salah satunya adalah peran serta seluruh masyarakat. Namun dalam kenyataannya peran serta masyarakat masih menghadapi persoalan yang cukup rumit dan sensitive, sehingga keterlibatannya dalam lingkungan hidup mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap pemantauan masih relatif rendah. Oleh karena itu meningkatkan berbagai kegiatan seperti :

· Pemberian Penghargaan Kalpataru merupakan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah melalui KLH sejak tahun 1980 hingga sekarang kepada masyarakat baik kelompok maupun perorangan atas dedikasinya dalam kegiatan kepeloporan atau sumbagsihnya bagi upaya-upaya pelsetarian fungsi lingkungan.

· Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui program warga madani yang bertujuan agar masyarakat secara aktif menyuarakan hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat serta mampu berkehendak untuk menjalankan inisiatif local dalam menghadapi masalah lingkungan sekitarnya.

· Peningkatan Peran aktif masyarakat dalam pelaksanaan Amdal sesuai dengan pasal 33-35, PP Nomor 27 Tahun 1999 yang kemudian dijabarkan melalui keputusan Kepala Bapedal Nomor 8 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan keterbukaan Informasi dalam proses Amdal.

· Pengembangan system informasi dalam bentuk memaksimalkan situs KLH dan pembuatan situs untuk anak-anak Acil ( Aku Cinta Lingkungan).

· Pembukaan Kotak Pengaduan Masyarakat yang merupakan sarana bagi masyarakat untuk berpartipasi dalam pengeloaan lingkungan hidup.

IV. PENUTUP

1. Tercapainya Statement dan Komitment politik dari pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup akan sangat tergantung kepada berbagai pihak baik termasuk masyarakat dan apatur di tingkat pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota untuk bersama-sama memahami otonomi daerah yang sebenarnya di bidang lingkungan hidup dalam hal konservasi alam, serta dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang terkait kepentingan pengelolaan kawasan konservasi hendaknya dilakukan berdasarkan kesepakatan semua pihak. Untuk itu penyelenggaran kawasan konservasi harus dilakukan secara transparan, serta berkonsekuensi tidak hanya kepada pengaturan kewenangan (authority) namun mencakup pula pengaturan tanggung jawab (responsibility), Tanggung-gugat (accountability) dan resiko (risks) serta merupakan kepentingan bersama pemerintah pusat dan daerah (propinsi dan kabupaten/kota).

2. Melihat luasnya wilayah sebaran kawasan konservasi, terbatasnya sumber daya (manusia, dana dan fasilitas) serta beragamnya ancaman terhadap kawasan konservasi maka pemerintah memerlukan mitra untuk melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi. Dalam hal ini peran serta masyarakat adalah salah satu instrument penting yang harus disertakan. Peran serta masyarakat dapat melibatkan masyarakat adat, masyarakat local maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Karena mereka, pada dasarnya memiliki kepedulian (concern) yang tinggi untuk generasi masa yang akan datang. Disamping, masyarakat adat juga memilki ikatan dan kepentingan sosial, ekonomi, budaya dan bahkan religi (magis), terhadap sumber-sumber daya alam seperti hutan.

3. Melakukan upaya-upaya penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang secara sengaja merusak kawasan konservasi, melalui praktek-praktek kolusi, korupsi dengan cara membuat kebijakan yang bertentangan dengan tujuan pengelolaan konservasi itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

CGI dan Desantralisasi kehutanan, INFID International NGO Forum on Indonesian Development, File:///D:/tugas % 20supli%202.htm

Kebijakan Dalam dan Luar Negeri di Bidang Lingkungan Hidup, laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2002

TB. Unu Nitibaskara, Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi, Prosiding, Seminar Nasional.

Lingkungan Hidup Perkuat Komitmen

http://m3sultra.wordpress.com/2009/09/09/uu-lingkungan-hidup-perkuat-komitmen/

Sulaiman N Sembiring, Kajian Hukum & Kebijakan Pengolaaan Kawasan Konservasi di Indonesia, ICEL http// orientasi lingkungan multiply.com pround /item/31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar