Selasa, 24 November 2009

PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH KELAPA SAWIT

TUGAS II ILMU LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI INDUSTRI

PENGOLAHAN BUAH KELAPA SAWIT

Marhaini/20093602004

PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA, UNSRI

2009

ABSTRAK

Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel. Namun industri pengolahan kelapa sawit merupakan industri yang yang sarat dengan residu hasil pengolahan. Jika tidak dilakukan pengolahan secara secara baik dan profesional, maka limbah industri merupakan sebuah potensi bencana bagi manusia maupun lingkungan. Konsep pengelolaan limbah sawit dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya. Limbah indsutri kelapa sawit terdiri dari limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair dimanfaatkan untuk produksi biogas, pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan. Sementara limbah padat dapat dimanfaatkan untuk produksi kompos, bahan pulp untuk pembuatan kertas, pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sumber energi, pembuatan berikat arang aktif, bahan campuran pembuatan keramik, serta pakan ternak ruminansia.

Sementara limbah industri kelapa sawit mengakibatkan dampak ekologi berupa mencemari lingkungan karena akan mengurani biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, produksi melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya dan limbah gasnya meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara. Sedangkan produk indsutri kelapa sawit memberikan manfaat yang positif sebagai bahan bioenergi yang lebih ramah lingkungan karena diproduksi dari bahan organik dan dapat diperbaharui.

DAFTAR ISI

Abstrak

I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. SUMBER PENCEMAR,PENYEBAB PENCEMAR,JENIS PENCEMAR,

DAMPAK LINGKUNGAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

IV. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir bisnis dan investasi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi Booming. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari Crude palm Oil (CPO). Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki sekitar 7 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sangat besar karena memiliki cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja dan kesesuaian agroklimat.

Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 2007 sekitar 6,8 juta hektar (Ditjen Perkebunan, 2008 dalam Hariyadi, 2009) yang terdiri dari sekitar 60 % diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya sekitar 40 % diusahakan oleh perkebunan rakyat (Soetrisno, 2008). Luas perkebunan kelapa sawit diprediksi akan meningkat menjadi 10 juta hektar pada 5 tahun mendatang. Mengingat pengembangan kelapa sawit tidak hanya dikembangkan diwilayah Indonesia bagian barat saja, tetapi telah menjangkau wilayah Indonesia bagian timur.

Perkembangan luas kebun kelapa sawit di Indonesia dewasa, ini cukup pesat, seiring dengan tingginya, permintaan dunia, akan minyak (CPO). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006) menunjukan bahwa, Indonesia menghasilkan minyak sawit (CPO) 18,8 juta ton. Dari angka tersebut perkiraan limbah pabrik sawit yang dihasilkan dalam setahun berupa, tandan kosong 540 juta ton, serat perasan buah 11,2 juta ton, Lumpur sawit atau solid decanter 7,6 juta ton (2juta ton bahan kering), solid membran 40 juta ton (4 juta ton bahan kering), bungidi inti sawit 8,6 juta ton dan cangkang 7,6 juta ton. Jumlah ini akan terus meningkat dengan bertambahnya jumlah produksi minyak sawit.

Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak negative. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa Negara, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri. Selain dampak positif ternyata juga memberikan nampak negative. Secara ekologis system monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah, sejumlah spesies tumbuhan dan hewan.

Peningkatan luas kebun kelapa sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah produksi, mengakibatkan bertambahnya jumlah atau kapasitas industri pengelolaan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbulkan masalah, karena jumlah limbah yang dihasilkan akan bertambah pula, yang apabila tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan pencemaran lingkungan.

Limbah industri kelapa sawit terdiri dari limbah cair, padat dan gas. Sementara limbah industri kelapa sawit mengakibatkan dampak ekologi berupa mencemari lingkungan karena akan menguarangi biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, produksi melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya dan limbah gasnya meningkat nya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara. Sedangkan produk industri kelapa sawit memberikan manfaat yang positif sebagai bahan bioenergi yang lebih ramah lingkungan karena diproduksi dari bahan organic dan dapat diperbaharui.

1.2. Permasalahan

· Proses perusakan lingkungan tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan harus ditanggung oleh banyak pihak, tetapi solusi yang tepat belum saja ditemukan.

· Masih adanya kesenjangan yang tetap terpelihara antara masyarakat, industri, pemerintah dan penegak hukum, walaupun sudah ada Undang-undang Lingkungan Hidup sebagai perangkat hukum

1.3. Tujuan

Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini untuk memahami tentang limbah industri kelapa sawit. Sedangkan secara khusus penulisan ini bertujuan :

· Mengidentifikasi sumber, jenis,dampak dari pada limbah industri kelapa sawit

· Mengidentifikasi pengendalian limbah industri kelapa sawit.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit terdiri dari dua spesies Arecaceae atau famili yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Kelapa sawit afrika, elaeis guineensis, berasal dari afrika barat diantara Angola dan Gambia, manakala kelapa sawit amerika, elaeis oleifera, berasal dari Amerika tengah dan Amerika Selatan.

Pokok yang matang mempunyai satu batang pokok yang tunggal dan tumbuh sehingga 20 meter tingginya. Daunnya merupakan daun majmuk yang anak-anak daunnya tersusun lurus pada kedua-dua belah tulang daun utama seolah-olah dan mencapai 3 hingga 5 meter panjangnya. Pokok yang muda menghasilkan lebih kurang 30 daun setiap tahun, dengan pokok yang matang yang melebihi 10 tahun menghasilkan lebih kurang 20 daun. Bunganya berbentuk rumpun yang padat. Setiap bunganya kecil sahaja, dengan tiga sepal dan tiga kelopak. Buahnya memakan 5 hingga 6 bulan untuk masak dari masa pendebungaan. Ia terdiri daripada lapisan luar yang berisi dan berminyak (perikarp), dengan biji tunggal (isirung) yang juga kaya dengan minyak. Berbanding dengan saudaranya, kelapa, kelapa sawit tidak menghasilkan tunas susur. Pembiakannya adalah melalui penyemaian biji-biji.

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandungi minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit yang berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropika, pada ketinggian 0 - 500 meter di atas aras laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur dan tempat terbuka, dengan kelembapan tinggi. Kelembapan tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2,000-2,500 mm setahun.

2.1. 1. Klasifikasi Buah Sawit

Sawit boleh diklasifikasikan kepada tiga jenis bentuk buah berdasarkan ketebalan tempurung, iaitu dura (tempurung tebal), tenera (tempurung nipis) dan pisifera (tiada tempurung).

Buah tenera menghasilkan minyak yang lebih banyak berbanding buah dura kerana perbezaan ketebalan tempurung. Pisifera adalah buah betina mandul, iaitu bunga betina yang sepatutnya berkembang untuk menjadi buah dan tandan akan gugur sebelum matang. Keadaan ini menyebabkan pisifera tidak mengeluarkan tandan, sebaliknya banyak mengeluarkan bunga jantan. Namun, ada juga segelintir pisifera yang subur.

Program pembiakan di Malaysia dan Indonesia sejak dekad 1920-an terhadap baka dari Deli untuk tujuan komersil telah menjadikannya seragam dan bermutu tinggi. Bahan ini kemudiannya dikenali sebagai dura Deli.

2.1.2. Potensi minyak sawit

Program penyelidikan berjaya meningkatkan hasil minyak sawit berlipat kali ganda, berbanding hasil daripada pokok liar di Afrika. Sungguhpun wujud progeni dan pokok individu dengan hasil minyak melebihi 12 ton sehektar setahun, namun masih wujud ruang yang luas untuk mencapai potensi hasil maksimum sebanyak 18.2 tan sehektar setahun.

Hasil tandan dan perahan minyak dura Deli serta kacukan dengan pisifera, terutama dengan baka AVROS, adalah unggul dan digunakan untuk menghasilkan bahan tanaman di seluruh dunia. Sungguhpun hasil buah tandan segar (FFB) daripada bahan D x P tidak meningkat dengan ketara berbanding bahan dura, namun hasil minyak telah dimajukan daripada 3.7 tan sehektar setahun (dura) kepada 6.3 tan sehektar setahun (D x P).

2.1.3. Minyak kelapa sawit sebagai minyak diesel

Minyak solar diperoleh dari minyak bumi, dikenal sebagai bahan bakar motor diesel yang telah biasa digunakan. Sebagai pengganti minyak solar orang sekarang sudah mulai menggunakan biodiesel. Bahan bakar biodiesel berasal dari tumbuhan atau dari haiwan yang direaksikan dengan metanol (proses transesterifikasi) sehingga diperoleh minyak methil ester (ME). Selanjutnya methil ester sering disebut dengan biodiesel atau bahan bakar motor diesel yang berasal dari minyak tumbuhan atau haiwan. Biodiesel sudah banyak digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi di Amerika Syarikat. Campuran yang banyak dipakai adalah 20% ME : 80% solar, dan 35% ME : 65% solar. Biodiesel murni (100%) sudah pula digunakan sejak 1994, dengan mesin yang sedikit dimodifikasi atau tanpa modifikasi . Penggunaan 100% ME dapat menurunkan emisi gas asap sampai 50%, tetapi tidak disarankan, kerana dapat merosak dan menyumbat saluran bahan bakar seperti paip dan pengedap.

Minyak sawit yang telah direaksikan dengan metanol, dengan perbandingan 30% ME minyak sawit : 70% solar. Minyak sawit yang digunakan adalah minyak sawit yang tidak diproses menjadi minyak masak, karena kualiti yang kurang baik . Biodiesel nampaknya akan menjadi energi yang mempunyai prospek dan masa depan yang cerah, kerana: Biodiesel tidak beracun, biodegradable, essentially free of sulfur dan carcinogenic benzene, dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui, sumber yang dapat didaur ulang, tidak menambah secara signifikan terdapat akumulasi gas rumah kaca [2]. Disamping itu hasil penelitian Schumacher dan Spataru [5] menyimpulkan bahawa kenaikan ME dari kedelai dan canola akan mengakibatkan penurunan partikulat, hidrokarbon dan CO, tetapi menaikkan emisi Nox

Konsumsi bahan bakar spesifik 30% ME hanya sekitar 2% lebih tinggi dibanding dengan solar murni. Demikian pula perbezaan torsi antara solar dan 30% ME hampir-hampir tidak berbeza, sedang perbezaan daya yang dihasilkan hanya sekitar 2%. Menurut kajian, tenaga yang dihasilkan biodiesel lebih rendah, rata-rata 118,000 Btu, dan solar rata-rata 130,500 Btu. Bilangan setana biodiesel lebih tinggi dibanding dengan solar. Rata-rata biodiesel 53, dan solar 42, sehingga dapat mengurangi detonasi atau knocking pada operasi mesin. Biodiesel cukup menjanjikan sebagai bahan bakar alternatif untuk motor diesel. Kadar asap yang relatif rendah pada putaran yang tinggi (dibawah 4 BSU), NOx yang lebih rendah, dan kandungan O2 yang tinggi dapat mengurangi pembentukan partikulat.

2.1.4. Kegunaan

Kelapa sawit dapat dipelbagaikan kegunaannya Jika getah dapat dipelbagaikan kegunaannya menjadi 1500 jenis barangan, begitu juga dengan kelapa sawit. Antara barangan yang terbaru hasil penyelidikan kelapa sawit telah dapat menghasilkan :

a. Aiskrim

Antara kegunaan istimewa minyak sawit ialah sebagai bahan asas dalam pengeluaran aiskrim. Walaupun lemak susu adalah bahan paling sesuai digunakan dalam pembuatan aiskrim, minyak sayuran yang diadun istimewa boleh dijadikan bahan alternatif. Penggunaan minyak sawit dan minyak isirung sawit dalam pembuatan aiskrim bukan sahaja menghasilkan aiskrim lembut dan gebu, tetapi tidak mudah rosak.

Pengganti Lemak Koko (CBR) adalah lemak yang digunakan untuk menggantikan secara separa atau keseluruhan penggunaan lemak koko dalam pembuatan produk coklat dan konfeksi. Melalui proses pemisahan, minyak sawit dan minyak isirung sawit boleh digunakan untuk menghasilkan CBR. Produk coklat dan konfeksi yang diperbuat menggunakan CBR berasaskan minyak sawit mempunyai rasa hampir menyamai produk yang diperbuat menggunakan lemak koko. Ini kerana bahan berasaskan minyak sawit menghasilkan produk dengan permukaan berkilat, dapat bertahan lebih lama dan mudah cair apabila dimasukkan ke dalam mulut.

Adunan minyak sawit dan minyak isirung sawit, serta lain minyak digunakan secara meluas untuk menggantikan lemak susu dalam penyediaan krimer kopi bukan berasaskan tenusu. Krimer sawit menggantikan penggunaan krimer tenusu dalam penyediaan minuman kopi, serta ia tahan lebih lama dan lebih mudah digunakan.

Minyak sawit dan minyak isirung sawit sangat sesuai digunakan untuk menghasilkan bahan krimer kerana ia tidak mudah mengalami oksidan, satu ciri yang mampu mengelakkan rasa tidak enak apabila kopi diminum. Secawan kopi yang menggunakan krimer berasaskan sawit lebih enak, berperisa dan memuaskan cita rasa peminumnya.

b. Serbuk santan

Santan adalah bahan penting digunakan kebanyakan rakyat Malaysia untuk menghasilkan lauk-pauk dan kuih-muih tradisional atau moden. Minyak sawit yang diadun dan diproses menggunakan teknik sembur kering dapat menghasilkan bahan pengganti untuk serbuk santan kelapa. Serbuk santan berasaskan minyak sawit menyerupai santan kelapa komersil dari segi warna, bau, rupa dan rasanya.

Serbuk santan berasaskan sawit juga memiliki nilai pemakanan yang baik kerana ia mengandungi kandungan lemak tepu yang rendah. Ia tahan lebih lama (tidak tengik) daripada tengik kerana mempunyai anti oksidan semulajadi seperti tokopherol dan tokotrienol. Ia juga tidak mudah basi walaupun ditinggalkan dalam suhu bilik. Pada suhu 15ºC pula, ia dapat bertahan untuk tempoh sekurang-kurangnya selama tiga bulan.

c. Sosej dan burger

Lelemak sawit juga boleh digunakan sebagai lelemak istimewa bagi menggantikan lemak haiwan dalam pembuatan makanan berasaskan daging seperti sosej, burger, bebola daging dan ayam, serta nugget. Diperbuat 100% daripada lelemak sawit, ia dirumus khusus sebagai pengganti lemak mentah lembu, ayam dan kulit ayam. Keluaran berasaskan sawit ini tidak menimbulkan rasa kurang enak makanan, malah menambah lagi keenakan sosej dan burger dihasilkan. Tanpa kol

2.2. Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit

Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan cangkang sawit. Tandan buah kosong umunya dapat dimanfaatkan kembali dilahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler dan power generation.

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application.

2.3. Peraturan Pemerintah Terkait

Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemanfaatan air limbah untuk digunakan sebagai pupuk pada lahan di perkebunan kelapa sawit yaitu:

� Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.

� Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.

Untuk melakukan pengelolaan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah diperkebunan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan tersebut. Selain kedua peraturan tersebut di atas yang mengatur secara spesifik pemanfaatan air limbah industri kelapa sawit, ada satu peraturan lagi yang dikeluarkan oleh KLH yang mengatur tentang baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke lingkungan, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995.

III. SUMBER PENCEMAR ,PENYEBAB PENCEMAR,JENIS PENCEMARAN, DAMPAK LINGKUNGAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

3.1. Sumber Pencemar, Penyebab Pencemar, Jenis Pencemar dan Dampak Lingkungan

3.1. 1. Ekologi Perkebunan Kelapa Sawit

Pengembangan perkebunan kelapa sawit disarankan pada lahan-lahan yang memiliki tingkat kesesuaian S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), dan S3 (agak sesuai). Namun dalam kenyataannya pengembangan areal perkebunan kelapa sawit juga dilakukan pada areal N – 1 (kurang sesuai), termasuk lahan gambut. Proses alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yangat diminati oleh pengusaha, karena sebelum pengusaha melakukan investasi perkebunan kelapa sawit mereka telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Bahkan banyak kasus yang terjadi dimana perusahaan-perusahaan hanya menggunakan perkebunan kelapa sawit sebagai tameng untuk mengambil kayu hutan. Setelah kayu hutan diambil, lahan ditelantarkan dan tidak dijadikan perkebunan kelapa sawit. Penebangan hutan merupakan sumber terbesar kedua dalam meningkatkan level CO2 (karbon diokasida) di atmoster (Soerjani, 2007). Padahal menurut Protokol Kyoto, hutan dapat dijual karena 1 hektar hutan dapat menyerap 250 – 300 ton CO2, jadi jika dijual 1 ton CO2 bernilai US $ 5 (Soerjadi dkk, 2007).

Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah memasuki lahan-lahan basah, seperti gambut membuat emisi CO2 semakin meningkat. Secara ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plsama nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya kawasan resapan air, sehingga pada musim hujan akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air.

Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada kehancuran habitat flora dan fauna. Perubahan ini mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik satwa dengan manusia. Akibat habitat yang telah rusak, hewan tidak lagi memiliki tempat yang cukup untuk hidup dan berkembang biak. Sering terjadi hewan (gajah, harimau, dll) merusak lahan pertanian dan perumahan penduduk, bahkan mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat sekitar, seperti yang terjadi di Propinsi Jambi dan Bengkulu.

Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan dengan pembakaran akan mengakibatkan pencemaran asap, meningkatkan suhu udara, dan perubahan iklim. Akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan cara pembakaran yang dilakukan di Sumatera dan Kalimantan telah menghasilkan ekspor kabut ke Malaysia dan Singapura. Kabut ini akan sangat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti terganggunya transportasi, dll.

Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan tanah. Dengan sistem monokultur juga mengakibatkan tanah lapisan atas (top soil) yang subur akan hilang akibat terjadinya erosi. Dalam kultur budidaya, kelapa sawit merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap harinya membutuhkan air sebanyak 20 – 30 liter / pohon. Dengan demikian secara perlahan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah. Selain itu kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga diperlukan pemupukan yang memadai. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme tanah. Selain itu dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan banyak pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan adanya residu pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup.

Perubahan alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitar hutan. Hal ini disebabkan masyarakat sekitar hutan telah mengganggap hutan adalah bagian dari leluhur masyarakat tersebut, sumber makanan, obat-obatan, spiritualitas dan budaya. Dengan adanya perkebunan, maka fungsi hutan bagi masyarakat juga menjadi hilang. Selain itu juga terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan atau karena limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit.

3.1.2. Ekologi Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit merupakan salah satu bencana yang mengintip, jika pengelolaan limbah tidak dilakukan secara baik dan profesional, mengingat industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil pengolahan. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2009). Berikut ini adalah tabel produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit

Tabel 1. Tabel produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit.

No

Komponen

Produk (%)

1.

TBS

100

2.

Air kondensat

8 – 12

3.

Tandan kosong

20 – 23

4.

Tandan buah rebus

88 – 92

5.

Buah terpipil

55 – 65

6.

Mesocarp

43 – 53

7.

Biji

12 – 16

8.

Cangkang

7 – 9

9.

Inti

5 – 7

10.

CPO

20 – 23

11.

Air

13 – 23

12.

Serat

10 – 12

Berdasarkan diagram di atas ternyata produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit dasar hanya menghasilkan 25 – 30 % produk yang terdiri dari crude palm oil (CPO) (20 – 23 %) dan inti sawit (5 – 7%), sisanya mengashilkan limbah baik limbah cair, padat, dan gas

3.1.2.1. Limbah Cair

Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %). Komposisi kimia limbah cair pabrik kelapa sawit disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Komposisi Kimia Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

No

Komponen

% Berat Kering

1

Ekstrak dengan ether

31,60

2

Protein (N x 6,25)

8,20

3

Serat

11,90

4

Ekstrak tanpa N

34,20

5

Abu

14,10

6

P

0,24

7

K

0,99

8

Ca

0,97

9

Mg

0,30

10

Na

0,08

11

Energi (kkal/100 gr)

454,00

Sumber : Naibaho (1996)

Bahkan saat ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan potensi yang sangat besar jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik dan profesional.

Limbah cair kelapa sawit mengadung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan dan mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid serta residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah cair ini dibuang ke perairan akan berpeotensi mencemari lingkungan karena akan mengurangi biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, sehingga harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah yang dihasilkan pabrik CPO adalah pH 6 – 9, BOD 250 ppm, COD 500 ppm, TSS (total suspended solid) 300 ppm, NH3 – N 20 ppm, dan oil grease 30 ppm (Naibaho, 1996).

Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan bau yang tidak sedap.

Meskipun dengan beberapa teknologi yang telah dikembangkan saat ini limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas, pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan, tetapi bila limbah cair ini tidak ditangani dengan baik dan profesional akan mengakibatkan kerusakan lingkungan.

3.1.2. 3. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Berikut ini adalah komposisi bahan organik serat dan tandan kosong kelapa sawit. Limbah padat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,20 juta ton limbah / tahun. Limbah padat berupa cangkang, tandan kosong, serat, pelepah, dan batang sawit mengandung 45 % selulose dan 26 % hemiselulose. Limbah-limbah ini akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Pemanfaatan limbah padat dapat berupa pembuatan pupuk kompos, bioetanol, bahan pulp untuk pembuatan kertas, pembuatan sabun dan media budidaya jamur

Tabel 3. Komposisi Bahan Organik Serat dan Tandan Kosong

No

Komposisi

Serat (%)

Tankos (%)

1

Karbohidrat

21,80

34,21

2

Glukosa

21,90

21,30

3

Xyla

15,30

11,70

4

Arabinan

1,60

1,20

5

Galactan

0,00

0,00

6

Mannan

0,00

0,00

7

Rhamanan

0,00

0,00

8

Nitrogen

0,61

0,66

9

Lignin

23,40

15,60

10

Ekstraksi benzene / alkohol

11,20

10,50

11

Ekstraksi air panas

10,90

20,00

12

Kalor (kkal/kg)

4.586

4,888

13

SiO2

5,10

7,90

14

Al2O7

63,20

34,70

15

FeO3

4,50

1,20

16

CaO

3,90

1,80

17

MgO

7,20

3,30

18

Na2O

3,80

2,90

19

K2O

0,80

0,80

20

TiO2

9,00

0,10

21

P2O5

0,20

0,10

22

SO3

2,80

2,50

23

CO2

2,80

8,00

Sumber : Naibaho (1996)

3.1.2.4. Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara.

3.1.3. Ekologi Produk Industri Kelapa Sawit

Tidak seperti perkebunan dan limbah industri kelapa sawit, produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit banyak memberikan manfaat yang positif. Selain digunakan untuk berbagai produk konsumsi dan hasil olehan lainnya, CPO juga digunakan untuk bahan bioenergi yang lebih ramah lingkungan karena diproduksi dari bahan organik dan dapat diperbaharui. Walaupun memiliki nilai kalor yang lebih rendah, tetapi memiliki titik nyala dan viskositas kenetik yang lebih baik dari energi yang bersumber dari fosil. Selain itu produk bioenergi CPO lebih wangi dari energi fosil.

3.2. Pengendalian/ Pengelolahan Limbah Buah Kelapa sawit

3.2.1. Konsep Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2009). Dalam pengelolaan industri kelapa sawit juga dihasilkan limbah baik yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit maupun yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit. Untuk menghindari masalah lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri kelapa sawit, maka diperlukan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini didukung oleh sikap untuk menciptakan produk yang harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan (green consumerism) dan menempatkan lingkungan sebagai non tariff barrier. Oleh karena itu pendekatan yang banyak diterapkan adalah konsep produk bersih (cleaner production). Konsep ini dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Kata kunci yang diperlukan dalam pengelolaan adalah menimalkan limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan. Pola pendekatan untuk menciptakan produk bersih adalah pencegahan dan meminimalisasi limbah yang menggunakan hirarki pengelolaan melalui 1 E 4 R yaitu Elimination (pencegahan), Reduce (pengurangan), Reuse (penggunaan kembali), Recycle (daur ulang), Recovery / Reclaim (pungut ulang) (Panca Wardhanu, 2009

3.2.2. Pengelolaan Limbah Cair Limbah Industri Kelapa Sawit

Industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil pengolahan. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %). Menurut Djajadiningrat dan Femiola (2004) dari 1 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dapat dihasilkan 600-700 kg limbah cair. Bahkan saat ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan potensi yang sangat besar jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik dan profesional.

Limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas dengan melakukan rekayasa. Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor. Bioreaktor dapat diatur sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk meproduksi biogas. Selain itu juga dapat ditambahkan mikroba untuk mempercepat pembentukan gas metan untuk menghasilkan biogas. Proses tersebut dapat menghasilkan potensi yang sangat besar. Dari 28,7 juta ton limbah cair kelapa sawit dapat dihasilkan 90 juta m3 biogas yang setara dengan 187,5 milyar ton gas elpiji (Anonymous, 2009). Selain itu limbah cair dapat juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan.

3.2.3. Pengelolaan Limbah Padat Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium hingga 20 %. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 600-650 kg kompos.

Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulose dan 26 % hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (renewable). 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonymous, 2009).

Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah pendapatan dan mengurangi limbah padat.

Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang dan serat telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa sawit. Namun seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat, maka serat dan cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang saat ini telah dimanfaatkan untuk pembuatan berikat arang aktif dan bahan campuran pembuatan keramik. Sedangkan serat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.

Sementara itu limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit berupa pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai bahan pulp untuk pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan pelepah kelapa sawit digunakan untuk pakan ternak ruminansia.

3.3. Pemanfaatan Limbah Pabrik Sawit untuk pakan Sapi.

3.3.1. Tandan kosong

Tandan kosong merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik pengolahan sawit. Bahan ini mempunyai kandungan protein 3,7% dan nilai gizinya sama. atau lebih baik dari jerami padi (Osman, 1998). Akan tetapi, teksturnya keras seperti kayu, selungga. tidak disukai oleh ternak kecuali bahan ini diolah lebih dahulu dalam bentuk lain yang lebih disukai.

Meskipun sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan xmtuk pemanfaatan tandan buah kosong menjadi pakan ternak, kenyataannya sampai saat ini, bahan tersebut umumnya masih digunakan sebagai mulsa. yang dikembalikan ke kebun sawit. Pemanfhatan bahan ini sebagai bahan pakan mungkin merupakan alternatif terakhir, bila bahan pakan lain sudah tidak tersedia lagi. Oleh karena itu, pernbahasan tentang penggunaan tandan buah kosong sebagai pakan ternak tidak dikemukakan di dalam makalah ini.

3.3.2. Serat perasan buah

Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% (lignin 26%). Dari komposisi kimia yang dimiliki, bahan ini mempunyai kandungan gizi yang setara dengan rumput.

Penggunaan serat perasan buah sawit dalam ransum sapi telah diteliti oleh Hutagalung et al. (1986). Bahan ini mernpunyai nilai kecernaan sekitar 47%. Penggunaan serat perasan dalam ransum sapi disarankan sekitar 10% dari konsumsi bahan kering. Serat perasan ini kurang disukai oleh ternak sapi, oleh karena itu perlu pengolahan agar bahan ini dapat digunakan secara optimal. Proses fermentasi temyata dapat meningkatkan palatabilitas bahan ini (Suharto, 2004). Perlakuan amoniasi telah dilaporkan dapat meningkadm pertambahan bobot badan sapi bila dibandingkan dengan yang tidak di proses (Hutagalung et al., 1986), seperti terlihat pada Tabel 2. Rossi dan Jamarun (1997) melaporkan serat sawit dapat digunakan sebagai pengganti 50% nunput lapangan dalarn ransum sapi dengan suplementasi bungidl inti sawit.

3.3.3. Lumpur sawit

Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. ‘biochemical oxygen demand’ (BOD) sekitar 20.000‑60.000 mg/l (Wenten, 2004). Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid ‘decanter atau lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11‑14% dan lemak kasar 10‑14%. Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non‑ruminansia. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, Suharto (2004) menyimpullm bahwa kualitas lumpur sawit lebih unggul dan dedak padi.

Sutardi (1991) melaporkan penggunaan lumpur sawit untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun sapi perah laktasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian semua (100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan perturnbuhan dan produksi susu yang sama dengan kontrol. Bahkan ada kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih tinggi dari kontrol. Hal yang serupa juga, dilaporkan oleh Suharto (2004). Menurut Chin (2002), pemberian lumpur sawit yang dicampur dengan bungidl inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi. Dilaporkan bahwa sapi droughtmaster yang digembalakan di padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai pertmbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai pertmbuhan 0,81 kg/ekor/hari.

3.3.4. Solid membran

Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit, masih mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu, bahan ini merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila, tidak dikelola, dengan baik. Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan cahun~ dengan menggunakan alat penyaring membran keramik sedang dikembangkan di P.T. Agricinal ‑Bengkulu (Wenten, 2004). Aplikasi teknik ini dapat mengutip padatan dengan jumlah sekitar dua, kali lipat lebih banyak dari padatan yang dikutip oleh decanter. Bahan ini disebut ’solid heavy phase’ atau ’solid membran’, berbentuk pasta dengan kadar air sekitar 90%, dan berwarna. kecoklatan. Bahan yang sudah dikeringkan mengandung protein kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak kasar 15% (Tabel 1). Dari kandungan gizinya, kemungkinan bahan ini bukan hanya, cocok digunakan sebagai bahan pakan untuk temak ruminansia, tetapi kemungkinan juga. baik untuk temak non‑ nuninansia. Belum ada, penelitian tentang penggunaan bahan ini sebagai bahan pakan temak, eksplorasi untuk ini sedang dilakukan di Balai Penelitian Temak ‑ Ciawi.

4.4.5.Bungkil inti sawit

Bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari pemerasan daging buah inti sawit. Proses mekanik yang dilakukan dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal relatif cukup banyak (sekitar 7‑9 %). Hal ini menyebabkan bungIdl inti sawit cepat tengik akibat oksidasi lemak yang masih tertinggal‑ Kandungan protein baban ini cukup tinggi, yaitu sekitar 12‑16%, dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi (36%). Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitarl5‑17%. (Anonymous, 2002). Pecahan cangkang ini mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal im menyebabkan bahan tersebut kurang disukai ternak dan dikhwatirkan.

IV. PENUTUP

1. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positfi dan negatif. Oleh karena dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) harus memperhatikan dan menyerasikan funsgi-fungsi lingkungan.

2. Dalam pengelolaan industri kelapa sawit agar terwujud produk bersih perlu menerapkan prinsip 1E 4 R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery).

3. Peningkatan luas kebun sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah produksi mengakibatkan bertambahnya jumlah atau kapasitas industri pengolahan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbullcan masalah, karena limbah yang dihasilkan akan bertambah pula, dan apabila tidak dikelola dan dimanfhatkan dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Haruki Agustina, pengelolahan Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun, C:\Documents and Settings\Acer\My Documents\Downloads\article.php.htm

Parpen Siregar. 2009, Dampak Ekologi Pengembangan, http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/07/07/dampak-ekologi-pengembangan-perkebunan/

Parpen Siregar, Afrizon, Surahman Aidi, dan Syafaruddin. 2009, Pengelolaan limbah Industri kelapa sawit berwawasan Lingkungan, C:\Documents and Settings\Acer\My Documents\Downloads\JURNAL LINGKUNGAN.htm

Kelapa Sawit, Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, C:\Documents and Settings\Acer\My Documents\Downloads\Kelapa_sawit.htm

Rasmawan, (2009). Pemanfaatan Limbah pabrik kelapa Sawit untuk pakan ternak sapi di BENGKULU http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/05/16/pemanfaatan-limbah-pabrik-sawit-untuk-pakan-ternak-sapi-di-bengkulu/

Santobri, (2008), Pengolahan janjang kosong kelapa sawit, http://aaobring.blogspot.com/2008/08/pengelolaan-janjang-kosong-kelapa-sawit.html